Thanks Giving a la Minahasa

Minggu lalu ada perayaan Thanks Giving dibarat sana (bukan Jawa Barat), terus Py jadi kepikiran untuk bikin postingan soal ini.
Di suku Minahasa (Sulawesi Utara) juga ada yang namanya Thanks Giving atau yang sering disebut dengan Pengucapan Syukur. Pengucapan Syukur biasa diadakan pada tengah tahun, sekitaran Juni – Agustus. Tidak ada waktu yang tepat, karena biasa pengucapan syukur ini sesuai dengan waktu panen masing-masing daerah. Yak. Pengucapan syukur ini lebih ke ungkapan terima kasih atas hasil panen. Dan kemudian tentu saja berlanjut pada ucapan syukur lainnya, misal atas kesehatan, berkat yang terus tercurah, dan lainnya. Pada saat pengucapan syukur, jemaat akan membawa hasil panennya ke Gereja. Baik itu beras, jagung, berbagai ubi, sayur mayur, dan lain-lain. Jadi pengucapan syukur itu selalu jatuh pada hari minggu.
Jika anda tidak memiliki batasan dalam hal makanan (bisa makan makanan haram), maka pengucapan syukur adalah waktu yang tepat untuk makan semua makanan khas Minahasa yang beraneka rupa. Ada berbagai hidangan babi mulai dari rica-rica sampai Tinorangsak (babi dalam bambu), RW (atau daging doggy), Paniki (kelelawar), Kawok (tikus ekor putih), Soa-soa (biawak), sampai Ular dan segala jenis binatang yang Py suka bingung itu apa. Disaat pengucapan syukur, seperti ada sebuah kewajiban kalau tuan rumah harus menyediakan berbagai hidangan untuk disajikan pada sanak saudara dan teman yang akan datang berkunjung. Dan percayalah yang namanya kita berkunjung ke rumah keluarga/teman yang sedang merayakan, kita harus makan, sekenyang apapun. Sampai ada istilah:
Biar cuma sekotor piring, yang penting ada makang
Yang artinya, makan aja meski sedikit. Karena kalau tidak tuan rumah akan merasa tersinggung.
Dimalam minggu, malam sebelum pengucapan syukur berlangsung akan ramai sekali. Orang-orang sibuk mempersiapkan makanan. Dan kalau untuk yang muda-mudi tentu saja sibuk flirt sana sini *pengakuan*. Dan tentu saja asap dimana-mana, kok bisa? Karena pengucapan syukur juga identik dengan 2 makanan yang pasti selalu ada. Yaitu dodol dan nasi jaha. 
Nasi jaha adalah makanan yang terbuat dari beras ketan dicampur beras nasi biasa yang kemudian dicampur dengan berbagai bumbu macam jahe, batang sereh, dan lainnya (bisa gugling kalau mau resepnya). Campuran beras dan bumbu selanjutnya digulung dalam daun pisang kemudian dimasukkan kedalam buluh (bambu) lalu dipanggang. Py sukaaaa sekali makan nasi jaha ini, apalagi yang lembek. Makannya pakai daun Pangi dan dabu-dabu.. Slrrpp.. *ngences tetiba*.. 
Panggang Nasi Jaha. Source: Here
Kalau dodol bikinnya bikin nangis..Hahah.. Soale harus diaduk sampe lamaaa banget.. Padahal kan gebetan dah manggil-manggil didepan..Hihihi. Dodol nya pake kacang kenari.. Hmm.. Yummy..
Dodol Kenari. Source: Here
Keluarga yang merayakan pengucapan syukur harus menyediakan nasi Jaha dan dodol ini dalam kuantitas yang banyak, karena ini adalah buah tangan yang akan diberikan saat tamu pulang.
Pengucapan syukur sering menimbulkan kemacetan dimana-mana, karena ini sekaligus ajang silahturahmi. Misal daerah yang mengadakan pengucapan syukur adalah Minahasa Selatan (MinSel, maka keluarga dan teman dari luar daerah itu akan datang berbondong-bondong untuk menyerbu.. Kalau dikeluarga Py kami biasa konvoi pakai mobil dan motor. Kebayangkan serunya??
Meski acara ini pernah dikritik karena dinilai pemborosan, tapi kok Py kalo lihat keluarga dan teman-teman Py yang setiap tahun ikut serta dalam pengucapan syukur ini gak pernah kekurangan yah? Yang ada makin banyak berkat Tuhan kasih buat keluarga mereka.  Jadi buat Py sih budaya ini sah-sah aja asal jangan terlalu maksain diri sampe ngutang-ngutang, terus jangan sampe cuma sekedar pesta pora tanpa memaknai arti dari pengucapan syukur yang sebenarnya. Lagian dijaman sekarang saat anak-anak mudanya makin terbawa arus budaya luar, rasanya budaya daerah sendiri perlu terus dilestarikan.
Kong stop jo bagate!